Mahfud MD: Abolisi dan Amnesti Upaya Prabowo Redam Gejolak Politik dan Luruskan Proses Hukum

Mahfud MD: Abolisi dan Amnesti Upaya Prabowo Redam Gejolak Politik dan Luruskan Proses Hukum
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (Istimewa)

sukabumiNews, YOGYAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Menko Polhukam, Prof Mahfud MD, memberikan tanggapan terkait langkah Presiden Prabowo Subianto yang mengajukan abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto. Ia menilai, langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa hukum tidak boleh digunakan sebagai alat politik.

Secara hukum, Mahfud menjelaskan, tidak ada masalah dengan pemberian abolisi dan amnesti karena kewenangan itu secara konstitusional memang melekat pada presiden.

“Tidak ada masalah karena konstitusi memang memberikan hak dan wewenang kepada Presiden untuk memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Itu adalah semacam kebijakan khusus bagi Presiden untuk memberikan perubahan akibat dari sebuah proses peradilan,” kata Mahfud dalam kesempatan wawancara eksklusif dengan Republika di kediamannya di Sleman, Jum’at (1/8/2025) malam.

Mahfud menilai langkah Presiden Prabowo menjadi keputusan yang baik, karena ketegangan publik dan munculnya tekanan dari masyarakat sipil menunjukkan bahwa kasus-kasus ini telah jauh melampaui ruang hukum yang objektif.

BACA Juga: Tom Lembong Bebas dari Penjara Setelah Mendapat Abolisi dari Presiden Prabowo

Menurutnya, kebijakan ini dilatarbelakangi dua motif utama. Pertama, untuk meredakan ketegangan politik akibat gejolak publik yang muncul karena kasus Tom Lembong dan Hasto. Kedua, untuk meluruskan proses peradilan yang dinilainya kental dengan nuansa politis.

“Di akhir-akhir kemarin juga, termasuk tadi malam, saat Presiden mengeluarkan permintaan abolisi dan amnesti itu gerakan-gerakan masyarakat sipil masih luar biasa, menghimpun amicus curiae (sahabat pengadilan-Red),” ucapnya.

Read More

Ia mengatakan baik kasus Tom Lembong maupun Hasto Kristiyanto sepatutnya dinilai bukan semata dari sisi hukum, melainkan juga dari dinamika politik yang mengitarinya. Mahfud tak menepis bahwa kasus Tom Lembong dan Hasto sejak awal memang sarat muatan politik. Misalnya, dalam kasus Tom Lembong yang dituduh korupsi sejak tahun 2015, namun baru diseret ke pengadilan belakangan ini, padahal banyak pejabat lain melakukan hal serupa bahkan lebih besar skalanya.

BACA Juga: Tom Lembong Mengklaim Masih Belum Menemukan Kesalahannya dalam Kasus Impor Gula Rp578 Miliar

“Kenapa yang dihukum kok Tom Lembong? Lalu orang berpikir politis, oh iya ini karena dulu konflik dengan Pak Jokowi, meremehkan Pak Jokowi, dan sebagainya. Lalu orang melihat peta politik di luar, tampaknya pengaruh Pak Jokowi terhadap proses hukum itu masih sangat kuat sehingga dibawa politis. Ini kesimpulan publik ya, sehingga peradilannya seperti tampak sesat. Lalu Pak Prabowo tidak bisa ikut campur dalam teknis yuridisnya tetapi dia menghadang di pengadilannya,” ungkap dia.

Senada dengan Tom, Mahfud juga menyoroti dakwaan terhadap Hasto yang ia nilai memiliki pola serupa.

“Hasto itu kenapa didakwa korupsi di tahun 2025 ini padahal tahun 2020 yang didakwakan terhadap Hasto itu sama persis seperti sekarang. Seumpama diadukan pada saat itu ya yang sekarang ini dalilnya. Kenapa dulu tidak? Berarti dulu kan ada upaya menyembunyikan, mempolitisasikan kasus ini. Nah, sesudah kongsi pecah, muncul yang lebih kuat, lalu menekan melalui proses hukum ini sehingga hukum kemudian ditunggangi oleh kepentingan politik,” katanya.

BACA Juga: Yusril Tegaskan Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Sudah Sesuai UU

Meski begitu, bagi Mahfud, langkah Presiden Prabowo merupakan langkah yang bukan hanya penting secara hukum, tetapi juga strategis secara politik. Ia menganggap ini sebagai bentuk koreksi terhadap proses peradilan yang telah terkontaminasi kepentingan politik.

“Meskipun kita sedih harus ada kasus korupsi yang diberi amnesti dan abolisi, tetapi kita akan lebih sedih kalau kasus seperti ini dibiarkan berjalan tanpa ada yang meluruskan,” ujarnya.

Meskipun mendukung langkah Prabowo, Mahfud juga menyoroti pertanyaan mendasar dalam kebijakan ini mengapa Hasto diberi amnesti dan Tom diberi abolisi, padahal keduanya perorangan dan memiliki kasus serupa. Ia menegaskan bahwa dalam teori hukum, perbedaan itu seharusnya jelas.

“Kalau ada yang tanya kok yang satu abolisi, yang satu amnesti? Sama (saya juga bertanya -Red). Karena itu, kita juga masih menunggu. Saya tidak tahu. Kalau bertanya ke saya itu apa ya kok dibedakan. Nanti pemerintah akan menjelaskan di dalam konsideran-konsideran presiden,” ungkapnya.

Sebelumnya, DPR telah menerima surat presiden (surpres) yang mengajukan pengampunan bagi dua terpidana, yakni Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong.

Presiden Prabowo Subianto mengajukan surpres terkait pemberian abolisi khusus untuk Tom Lembong juga mengajukan surpres terkait amnesti untuk Hasto Kristiyanto. Amnesti pada dasarnya adalah penghapusan seluruh hukuman yang dijatuhkan.

BACA Juga: Tom Lembong Bebas dari Penjara Setelah Mendapat Abolisi dari Presiden Prabowo

Ikuti dan dapatkan juga update berita pilihan dari sukabumiNews setiap hari di Channel WahatsApp, Telegram dan GoogleNews.

COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Redaksi sukabumiNews

Daftar atau

Related posts