Keputusan Purbaya Tak Pakai APBN Bayar Utang Whoosh Sudah Tepat, Ini Alasannya

Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Dok. Antara)

sukabumiNews, JAKARTA – Direktur Next Indonesia Center Herry Gunawan menilai langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menalangi utang proyek kereta cepat Whoosh sudah tepat.

Herry menjelaskan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai operator maupun PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai pemegang saham proyek kereta cepat, tidak berstatus BUMN secara hukum.

“Keputusan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menalangi kerugian Whoosh sudah tepat. Alasannya, antara lain, PT KCIC yang menggarap Whoosh maupun PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai pemegang saham, bukan BUMN,” katanya kepada VOI, Rabu, 22 Oktober.

Sekadar informasi, KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan asal China. Konsorsium Indonesia yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memiliki 60 persen saham, sementara China melalui China Railway International Co. Ltd. (CRI) memegang 40 persen saham.

Melansir laman resmi KCIC, komposisi pemegang saham PSBI terdiri dari PTPT Kereta Api Indonesia (Persero) 58,53 persen, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 33,36 persen, PT Perkebunan Nusantara I 1,03 persen, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 7,08 persen.

BACA Juga: Tiga Langkah Masuk Akal Anies Baswedan Terkait Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan

Herry mengatakan suatu perusahaan masuk kategori BUMN jika pemerintah Indonesia memiliki saham langsung maupun saham istimewa, dwiwarna di dalamnya. Karena itu, dia bilang KCIC dan PSBI bukan BUMN.

Read More

“Sebab yang disebut dengan BUMN, yakni kalau ada kepemilikan saham langsung pemerintah atau pemerintah memiliki saham istimewa, yaitu saham dwiwarna,” ujar Herry.

Herry bilang keberadaan Danantara Indonesia sebagai lembaga pengelola BUMN seharusnya bisa menjadi solusi atas persoalan seperti ini.

“Sudah ada Danantara yang mendapatkan mandat mengelola BUMN. Tentu bukan hanya aset dan dividennya, tetapi juga masalah yang melekat di BUMN. Danantara harus menunjukkan bahwa lembaga tersebut mampu mengatasi, jangan kalau ada masalah justru bersandar pada pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pemerintah tidak akan menanggung sebagian utang dari Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC).

Menurut Purbaya, tanggung jawab pelunasan utang seharusnya berada di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang membawahi sejumlah BUMN, termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemegang saham KCIC.

BACA Juga: Perjuangan Hukum Keluarga Korban Meninggal di Stasiun Kereta Api Duri

“Yang jelas, saya belum dihubungi terkait masalah ini. Tapi KCIC sekarang kan di bawah Danantara, ya? Kalau sudah di bawah Danantara, mereka seharusnya sudah punya manajemen sendiri, dividen sendiri,” ujarnya dalam Media Gathering APBN 2026, Jumat, 10 Oktober.

Dia menjelaskan, Danantara saat ini mengelola dividen sebesar sekitar Rp80 triliun per tahun. Dengan dana sebesar itu, menurutnya, sumber daya dari Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia seharusnya cukup untuk menyelesaikan masalah pembiayaan utang proyek Kereta Cepat, tanpa harus menggunakan dana dari APBN.

“Kalau di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri, yang rata-rata setahun bisa mencapai Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka bisa mengelola utang Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dari situ,” tegasnya.

Sekadar informasi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau dikenal sebagai Whoosh menelan investasi jumbo hingga 7,2 miliar dolar AS. Nilai investasi tersebut mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS dari target awal biaya proyek sebesar 6 miliar dolar AS.

Dari jumlah 1,2 miliar dolar AS tersebut 60 persen dibebankan kepada konsorsium Indonesia atau sekitar 720 juta dolar AS. Sementara sisanya, 480 juta dolar AS akan dibebankan kepada konsorsium China.

Struktur pembiayaan konsorsium Indonesia terdiri dari 25 persen melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) KAI senilai Rp3,2 triliun. Sedangkan, 75 persen sisanya bersumber dari pinjaman ke China Development Bank (CDB) sebesar 542,7 juta dolar AS.

BACA Juga: Anak Buah Sri Mulyani, Isa Rachmatarwata Bikin Negara Rugi Rp 16 Triliun

Ikuti dan dapatkan juga update berita pilihan dari sukabumiNews setiap hari di Channel WahatsApp, Telegram dan GoogleNews.

COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025.


Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Redaksi sukabumiNews

Daftar atau

Related posts