Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai bahwa Pemerintah dan DPR telah membangkang Putusan Mahkamah Konstitusi.
sukabumiNews, BANDUNG – Pemerintah dan DPR memutuskan untuk mempercepat jadwal pelantikan kepala daerah (Kada) hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024 secara bergelombang yang akan dimulai pada 6 Februari 2025.
Menyikapi keputusan tersebut, Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai bahwa Pemerintah dan DPR telah membangkang Putusan Mahkamah Konstitusi nomor MK No 27/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No 46/PUU-XXII/2024, yang telah memutuskan pelantikan kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 digelar secara serentak dan menanti proses sengketa hasil pilkada di MK usai.
Mengingat saat ini proses sengketa hasil di MK masih berlangsung dan sesuai dengan jadwal akan berakhir pada pertengahan Maret 2025, kata Neni, maka dirinya mempertanyakan keputusan pemerintah dan DPR untuk mempercepat pelantikan secara bergelombang yang justru mereduksi desain keserentakan Pilkada yang telah ditentukan.
“Hal ini akan berpotensi menimbulkan gugatan kepala daerah yang masih menjabat. Sebab, sejumlah kepala daerah hasil pemilihan kepala daerah tahun 2020 sangat tidak sepakat dan menyampaikan keberatan dengan keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang menyepakati pelantikan secara bertahap itu,” ujar Neni dalam keterangannya kepada awak media, Rabu (29/1/2024).
Terpotongnya masa jabatan hasil pemilihan kepala daerah tahun 2020 menyebabkan ketidakadilan karena di akhir masa jabatannya, mereka akan melakukan pengorbanan terakhir kepada rakyatnya yang tentu akan berdampak pada keberlangsungan pembangunan di daerahnya bagi yang tidak lagi menjabat di periode berikutnya. Tetapi hal tersebut terjegal karena pelantikan kepala daerah terpilih 2024.
BACA Juga: 17 Pejabat Eselon III dan IV Pemkot Sukabumi Resmi Diantik Pj Wali Kota Kusmana Hartadji
”Ketika pemerintah dan DPR sangat terburu-buru untuk melakukan pelantikan maka tentu ini menimbulkan tanda tanya, ada kepentingan apa sampai mengorbankan kepatuhan terhadap hukum yang seharusnya putusan MK dihormati dan ditindaklanjuti. Jangan sampai ada tafsir yang logical fallacy dengan sengaja dibuat untuk memuluskan rencana tertentu. Pemerintah juga bukan hanya mengingkari putusan MK tetapi keputusan yang sudah dibuatnya sendiri terkait dengan periodisasi masa jabatan kepala daerah,“ tegas Neni.
Artinya, lanjut Neni, terdapat dua keputusan yang dibangkang termasuk keputusan Kemendagri terkait dengan hal tersebut. Pertama, Keputusan Mendagri No 131.32-266 Tahun 2021 tertanggal 19 Februari 2021 bahwa masa jabatan bupati selama 5 tahun dan terhitung sejak pelantikan.
Kedua, Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024 yang menyatakan kepala daerah hasil Pilkada 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya kepala daerah hasil Pilkada 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan.
Untuk itu, Neni meminta kepada pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu untuk dapat membatalkan putusan yang telah menyimpang tersebut dan kembali menaati konstitusi ke khittah.
Neni juga mendorong kepada masyarakat jangan sampai lengah terhadap gerak gerik kebijakan publik yang mencurigakan. Kita harus tetap mengawal berbagai keputusan yang berubah dengan begitu cepat dan diluar nalar agar demokrasi kita berada pada jalur konstitusi yang benar.
BACA Juga: Presiden Tegaskan Komitmennya Pimpin Pemerintahan Bersih dan Berpihak pada Rakyat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari sukabumiNews. Mari bergabung di Grup Telegram “sukabumiNews Update”, caranya klik link t.me/sukabuminews, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.