sukabumiNews – Di sebuah negeri yang kaya akan sumber daya alam, tetapi miskin moralitas, ada sebuah sistem yang berjalan dengan rapi, bagaikan orkestra yang dimainkan tanpa cela. Negeri itu dikenal dengan sebutan “Negeri Oplosan“, tempat di mana segala sesuatu bisa dimanipulasi demi keuntungan segelintir orang.
Di negeri ini, korupsi bukan hanya tentang uang yang dikorupsi dari proyek-proyek besar. Tidak, korupsi di sini telah menjadi seni, dimainkan dengan berbagai cara yang lebih halus, lebih sistematis, dan lebih berbahaya.
BBM Oplosan, Dari Limbah Menjadi Premium
Salah satu praktik yang paling mengakar di Negeri Oplosan adalah bisnis pencampuran bahan bakar minyak (BBM). Mafia energi, yang berkolaborasi dengan oknum di pemerintahan dan industri, memiliki cara cerdik untuk mengeruk keuntungan.
BBM dengan kualitas rendah, bahkan limbah, dicampur dengan bahan kimia tertentu agar terlihat seperti BBM premium. Beberapa liter BBM berkualitas baik ditambahkan dalam jumlah besar BBM murah atau ilegal, menciptakan campuran yang menipu.
Bagi pengguna kendaraan, ini berarti mesin lebih cepat rusak, performa turun, dan konsumsi BBM meningkat. Namun bagi pelaku kejahatan ini, keuntungan yang didapat sangat besar. Dengan jaringan yang melibatkan aparat, pejabat, dan pengusaha hitam, praktik ini terus berjalan tanpa hambatan.
Usia Kapal dan Armada Transportasi yang “Diperemajakan”
Di sektor transportasi, kejahatan ini mengambil bentuk lain. Kapal-kapal tua, yang seharusnya sudah dikandangkan atau dipensiunkan karena risiko keamanannya, tiba-tiba menjadi muda kembali di atas kertas.
Melalui permainan administrasi, dokumen-dokumen kapal diubah, tahun pembuatan dipalsukan, dan inspeksi teknis direkayasa. Dengan bantuan oknum di lembaga terkait, kapal-kapal ini dinyatakan layak berlayar meskipun sebenarnya berpotensi menjadi peti mati di lautan.
Ini tidak hanya terjadi di laut. Armada bus, angkutan udara, dan moda transportasi lainnya juga mengalami manipulasi serupa. Rem yang sudah aus, mesin yang nyaris mati, dan bodi yang sudah berkarat – semuanya bisa “dioplos” menjadi kendaraan yang tampak prima.
Rakyat kecil yang menjadi pengguna tidak tahu-menahu tentang risiko ini. Mereka hanya percaya pada regulasi yang seharusnya melindungi mereka. Sampai akhirnya kecelakaan demi kecelakaan terjadi, dan nyawa-nyawa melayang karena kendaraan yang sebenarnya sudah tidak layak.
Perubahan Administrasi: Identitas dan Legalitas yang Fleksibel
Di Negeri Oplosan, usia bukan sekadar angka, tetapi juga bisa menjadi bisnis. Identitas seseorang bisa dimanipulasi sesuai kebutuhan.
Misalnya, untuk mengoperasikan kapal dengan aturan tertentu, dokumen awak kapal diubah agar sesuai dengan regulasi. Anak muda tanpa pengalaman bisa mendadak memiliki jam terbang panjang di atas kertas, sementara orang yang sudah tua bisa “diremajakan” agar masih memenuhi syarat kerja.
Hal ini juga terjadi di bidang lainnya, seperti kepemilikan properti, sertifikasi proyek, hingga legalitas perusahaan yang didesain untuk memenangkan tender-tender strategis.
Dengan bantuan oknum di birokrasi, semua ini bisa dilakukan. Sistem yang harusnya menjadi benteng keadilan malah menjadi alat bagi mereka yang memiliki uang dan kuasa.
Pola Perilaku dan Struktur Kekuatan di Balik Korupsi Negeri Oplosan
Bagaimana semua ini bisa berjalan begitu lama dan begitu sistematis ?
Ada beberapa pola perilaku yang selalu muncul dalam setiap skandal korupsi di Negeri Oplosan :
1. Kolusi antara Pejabat dan Pengusaha Hitam
Pejabat yang memiliki wewenang diberi bagian keuntungan agar menutup mata.
Proses pengawasan hanya formalitas, karena semua sudah ” diamankan ” sejak awal.
Jika ada pejabat yang tidak mau bekerja sama, maka ia akan disingkirkan atau dibuat tunduk dengan ancaman atau suap.
2. Pemanfaatan Regulasi yang Lemah dan Celah Hukum
Regulasi dibuat ambigu sehingga mudah dimanipulasi.
Aturan diubah sesuai kebutuhan mafia industri dan politik.
Jika ada hukum yang bisa menghambat bisnis mereka, maka hukum itu akan “dikondisikan” agar tidak efektif.
3. Proteksi dari Aparat dan Pemangku Kepentingan
Setiap bisnis ilegal yang besar selalu memiliki pelindung dari kalangan penegak hukum atau pejabat tinggi.
Kasus-kasus yang terbongkar hanya menyentuh pelaku kecil, sementara otak utama selalu lolos.
Jika ada tekanan publik, maka dibuat skenario untuk mencari kambing hitam.
4. Strategi “Penyelesaian Internal”
Jika ada kasus yang hampir mencuat ke publik, biasanya akan ada negosiasi di belakang layar.
Pihak yang terlalu vokal bisa dibungkam dengan berbagai cara, dari suap, ancaman, hingga kriminalisasi.
Alih-alih memperbaiki sistem, mereka hanya memperbaiki cara menyembunyikan kebusukan.
“Negeri Oplosan dan Masa Depannya”
Negeri Oplosan bukan sekadar cerita fiksi. Ini adalah gambaran dari praktik korupsi yang terjadi di berbagai sektor di banyak negara, terutama di tempat di mana sistem hukum lemah dan moralitas menjadi barang langka.
Jika sistem ini dibiarkan, maka negeri ini akan terus dirugikan. Infrastruktur yang buruk, ekonomi yang timpang, kecelakaan yang terus terjadi, dan kepercayaan publik yang semakin menurun adalah harga yang harus dibayar.
Perubahan hanya bisa terjadi jika ada keberanian untuk membongkar jaringan ini, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan membangun sistem transparansi yang benar-benar bekerja.
Tanpa itu, Negeri Oplosan akan terus hidup, meracuni generasi demi generasi yang tidak menyadari bahwa mereka hidup dalam sistem yang sudah terkontaminasi dari akar hingga ke pucuknya.
- HM Steven Samuel L.L,SH.,STh. – Ketua Umum Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI)
Ikuti Breaking News setiap hari di Channel WahatsApp sukabumiNews.id dengan Klik Link Saluran WhatsApp.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025