Tentu saja, masih banyak hal lain yang perlu diselesaikan jika ingin memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Sebut saja perbaikan kesejahteraan guru, revisi sistem Pendidikan Profesi Guru (PPG), hingga menjamin agar siswa tidak memikirkan mencari nafkah untuk membantu keluarga ketika berada di luar jam sekolah.
Kesenjangan desa dan kota
Hasil analisis yang telah dipaparkan di atas bisa menjadi langkah awal untuk melihat hasil PISA 2022 secara lebih kritis, agar keberhasilan yang dikabarkan tidak fokus pada peringkat saja.
Pierre Bourdieu, sosiolog pendidikan asal Prancis, pernah menyebutkan bahwa:
“Praktik seseorang dihasilkan dari hubungan antara habitus dan posisinya dalam sebuah masyarakat (dalam bentuk kapital), pada kondisi arena sosial tempat ia berada.”
Artinya, habitus dan tempat seseorang berpijak secara tidak sadar mereproduksi kesenjangan kelas yang sudah ada pada sistem masyarakat melalui skema budaya yang didasarkan pada sistem formal.
Dalam konteks tulisan ini, ketimpangan sosial antara desa dan kota direproduksi di sekolah-sekolah dan melahirkan kesenjangan pendidikan yang mendorong masyarakat melakukan urbanisasi, memilih pindah dari desa ke kota.
Namun, urbanisasi bukan jawaban atas persoalan tersebut. Perpindahan masyarakat dari desa ke kota justru berpeluang menciptakan persoalan baru.
Lagipula, penyediaan pendidikan yang berkualitas dan merata, seharusnya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah terlepas dari letak geografi sekolah. (**)









