Hukum Jasa Titip dalam Perspektif Islam

Gambar Ilustrasi/net

Keempat: Jika ada diskon dari toko, maka penyedia jastip tidak boleh mengambil untung dari situ. Karena hal tersebut adalah hak pembeli, bukan hak wakil. Sehingga jika ada diskon, penyedia jastip harus mengabarkan pihak yang menitipkan.

Kelima: Jika penyedia jastip membelikan barang yang tidak sesuai kesepakatan dengan yang mewakilkan, maka barang tersebut berhak untuk dikembalikan ke penyedia jastip.

Keenam: Jika penyedia jastip membelikan barang lebih banyak daripada kesepakatan di awal, seperti penyedia jastip diminta untuk membelikan kambing 1 ekor, namun ternyata ia mendapatkan 2 ekor dengan uang yang diberikan.

Hal ini menurut ulama Hanafi dan Maliki, 2 ekor kambing tersebut berhak diterima oleh yang mewakilkan (pembeli). Adapun menurut ulama Syafi’i dan Hanbali, yang diambil hanya 1 ekor saja.

Dan ketentuan-ketentuan lainnya yang tentunya harus diperhatikan oleh kedua belah pihak, yaitu;

Penyedia jastip membeli barang terlebih dahulu

Read More

Model kedua ini, penyedia jastip membeli barang terlebih dahulu, sehingga kedudukannya bukan menjadi wakil bagi pembeli, namun nantinya seperti penjual. Gambaran sederhananya sebagai berikut;

B sedang berada di luar kota, ia mengatakan kepada A, “Saya sedang berada di luar kota, maukah engkau membeli barang ini dan itu. Kalau mau saya belikan dulu, kalau cocok silahkan dibeli, kalau tidak cocok tidak apa. Kemudian nanti bayarnya pas kita ketemu saja.” Akad seperti ini pun akad yang diperbolehkan, karena hal ini sama saja dengan jual beli.

Dalam hal ini, penyedia jastip boleh untuk mengambil keuntungan dan mengambil upah dari jasa yang telah dikeluarkan. Karena hal ini tidak ada ikatannya dengan utang piutang dan juga akad wakalah, serta segala kerugian ditanggung oleh penyedia jastip dan pengguna layanan jastip ini tidak harus membeli. Sehingga ada beberapa hal yang harus digaris bawahi:

  • Pertama: Akad ini jatuhnya adalah akad jual beli.
  • Kedua: Penyedia jastip boleh mengambil keuntungan.
  • Ketiga: Pengguna layanan jastip tidak harus membeli.

Untuk memperjelas ketiga poin ini, silahkan beralih kepada ketentuan-ketentuan berikut.

Ketentuan-ketentuan pada akad ini:

Pertama: Akad ini adalah akad jual beli, karena penyedia jastip membeli barangnya terlebih dahulu ke toko dengan menggunakan uangnya sendiri. Seolah-olah ia membeli barangnya untuk dirinya sendiri, bukan sebagai wakil.

Kedua: Dikarenakan penyedia jastip membeli barangnya untuk dirinya sendiri, ia bebas untuk menawarkan kepada siapa saja. Termasuk kepada orang yang menggunakan layanan jastipnya.

Ketiga: Penyedia jastip boleh mengambil keuntungan sesuai dengan keinginannya. Jika ada diskon dari toko, ia tidak mesti memberitahukan pengguna jasanya. Misalnya, harga barang Rp.100.000; kemudian karena membeli banyak, turunlah harga tersebut menjadi Rp.80.000, maka keuntungan ini berhak diperoleh oleh penyedia jastip dalam model akad seperti ini.

Keempat: Penyedia jastip tidak diharuskan memberitahukan berapa biaya jasanya dan keuntungannya. Karena ini adalah murni akad jual beli.

Kelima: Pengguna layanan jastip boleh membeli barang tersebut atau tidak membelinya. Kalau dirasa barang yang ditawarkan terlalu mahal, ia berhak untuk menolak pembeliannya.

Dan ketentuan-ketentuan lainnya, di mana pada akad ini masuknya ke dalam kategori jual beli.

Penyedia jastip membelikan barang dengan uangnya [2]

Inilah model jastip yang saat ini sedang banyak dilakukan. Yaitu, penyedia jastip mendapatkan perintah dari pengguna layanan untuk membeli suatu barang dengan menggunakan uang penyedia jastip terlebih dahulu, istilah kata “ditalangin” terlebih dahulu. Hal ini tentunya diperbolehkan, jika penyedia jastip tidak mengambil keuntungan sepeser pun. Dalam artian akad dalam hal ini adalah akad sosial atau pure untuk membantu.



https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMN3MrAww6sy4BA?

Related posts