Oleh: Arfendi Arif
Pilkada serentak tahun ini telah berjalan dengan aman dan lancar. Namun hal yang tidak menggembirakan adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat yang menggunakan hak pilihnya. Angka-angkanya di beberapa daerah hampir di atas 30%.
Pilkada di Jakarta, misalnya, angka partisipasinya hanya 58%, ini berarti 42% golput alias tidak menggunakan hak pilihnya. Dibandingkan Pilkada DKI tahun 2017 angka partisipasnya mencapai 70%. Dengan begitu golput mengalami kenaikan dari 30% pada pilkada DKI lima tahun sebelumnya.
Jumlah pemilih tetap di Jakarta sekitar 8,2 juta orang. Perkiraan KPUD Jakarta angka partisipasi 53,05% atau 4,3 juta suara, sisanya 3,4 juta orang tidak memilih. Litbang Kompas menyebutkan angka golput di Jakarta 42,07%, suara tidak sah 4,6%, dan suara sah 53,33%. Lembaga survey Charta Politika menyebutkan Pilkada Jakarta hanya diikuti 58, 14% pemilih.
Pilkada Jakarta tercatat berada pada posisi teratas golput untuk Pulau Jawa dengan jumlah 42%, menyusul Jawa Barat 33,6%, Jawa Timur 34, 67%, dan Jawa Tengah 26,44%.
Pada Pilkada Jawa Barat, menurut Ketua KPU Jabar Ahmad Nur Hidayat, tingkat partisipasi masyarakat berada di kisaran 65,97% atau 23.703.785 dari jumlah pemilih tetap 35.925.960 orang. Berarti sisanya, 12.222.175 orang tidak memilih alias golput.
BACA Juga:Â Alumni HMI Sukabumi Dukung Dedi Mulyadi pada Pilgub Jabar 2024
Di Jawa Tengah partisipasi pemilih yang menggunakan hak suaranya relatif stabil. Tercatat angka partisipasinya mencapai 73% dari daftar pemilih tetap (DPT). Ini berarti sebesar 27% yang tidak menggunakan hak pilihnya. Nominalnya pemilih tetap (DPT) Pilgub Pilkada Jateng berjumlah 28.27.616 pemilih. Yang menggunakan hak pilihnya 20.716.376 orang. Sisanya 7.711.240 golput.
Di Jawa Timur angka golput 30% dari total DPT 31.280.418 orang. Yang menggunakan hak suaranya 21.937.202 atau 70,06%. Berarti golput 30%. Sementara di Sumatera Utara angka golput mencapai 50,68%. Rinciannya, dari jumlah DPT 10.771.496 orang, yang memilih hanya 5.312.561 orang.
Di Provinsi Banten angka golput mencapai 3 juta orang pemilih dari jumlah DPT sebesar 8.926.662 jiwa. Jumlah ini berarti sekitar 66,05% yang menggunakan hak pilihnya, naik dari Pilkada 2017 yang berada pada angka 62,02%.
Sebelumnya, anggota KPU Agust Melaz sempat mengatakan, menurut data sementara KPU, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 secara nasional berada di bawah kisaran 70%. Padahal dibanding Pilpres yang diadakan 14 Februari 2024 lalu tingkat partisipasi mencapai 81,78%.
BACA Juga:Â Terbukti Langgar Kode Etik, DKPP Copot Jabatan Ketua KPU Jabar
Melihat besaran angka-angka persentase golput maupun secara nominal ini sesungguhnya sangat menyedihkan dengan jumlah ada yang mencapai puluhan juta tersebut. Mungkin ini bisa dianggap sebagai ketidakberhasilan KPU maupun partai politik menumbuhkan gairah demokrasi di kalangan rakyat. Sesungguhnya dalam kaitan kelesuan rakyat untuk menggunakan hak pilihnya menjadi tanggung jawab partai politik sebagai institusi yang punya otoritas utama dalam menghidupkan demokrasi dan semangat partisipasi rakyat untuk menggunakan hak pilihnya.
Dalam hal ini yang terlihat adalah bahwa partai politik kurang atau tidak memperhatikan aspirasi dan keinginan para pemilih. Rakyat pemilih punya keinginan dan harapan pada tokoh-tokoh tertentu untuk tampil dalam kontestasi pemilihan gubernur, namun aspirasi itu diabaikan. Misalnya, untuk kasus Jakarta ada harapan masyarakat untuk mendukung Anies Baswedan dan Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama untuk dicalonkan di Jakarta, namun keinginan itu dinafikan oleh partai. Demikian juga ada calon yang kuat di daerah tertentu, seperti Ridwan Kamil yang namanya sudah mengakar di Jawa Barat, tapi dihijrahkan ke Jakarta yang kehadirannya tidak diinginkan oleh warga ibu kota. Karena itu elit partai menentukan calon atas kemauan sendiri dan tidak mengindahkan aspirasi rakyat pemilih menjadi faktor masyarakat enggan menggunakan hak pilihnya.