Sayangnya, hanya pasangan Ganjar-Mahfud yang menampilkan target bauran energi terbarukan sebesar 25-30% di tahun 2029.
Kedua pasangan lain tidak mencantumkan target spesifik dalam dokumen visi-misinya. Pasangan Anies-Muhaimin serta Prabowo-Gibran hanya menjanjikan upaya diversifikasi sumber energi bersih seperti ke panas bumi dan biomassa.
Upaya transisi dari energi fosil ke energi terbarukan juga harus memperhatikan aspek ketersediaan energi murah bagi masyarakat. Aspek ini dapat dijabarkan para kandidat dalam bentuk program kerja untuk menjembatani transisi energi. Pemanfaatan gas alam serta pengembangan teknologi penangkapan karbon dapat menjadi bagian dari rencana strategis yang ditawarkan oleh ketiga pasangan.
3. Pemerataan akses energi
Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan kompleks dalam upaya pemerataan akses energi bagi seluruh penduduknya. Pemerataan akses penting agar transisi energi memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi seluruh warga negara, bukan hanya penduduk di kota-kota.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Presiden terpilih perlu berfokus mengembangkan infrastruktur jaringan listrik lintas pulau agar pembangkit listrik energi terbarukan saling terhubung dan menyangga satu sama lain.
Sayangnya, isu ini tak banyak disentuh secara gamblang dalam dokumen visi-misi ketiga pasangan capres-cawapres. Seluruh kandidat hanya menuangkan janji pemerataan ekonomi melalui percepatan pembangunan infrastruktur antarpulau.
Realisasi infrastruktur jaringan listrik antarpulau memerlukan perencanaan rinci yang harus menjadi bagian dalam program kerja mengingat besarnya dana yang dibutuhkan. Indonesia membutuhkan setidaknya US$3 miliar (Rp47 triliun) per tahun untuk mengembangkan jaringan listrik di Indonesia hingga 2030.
Selain jaringan listrik antarpulau, kepemimpinan berikutnya juga perlu membuat regulasi dan penerapan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap bangunan secara luas. Pasalnya, PLTS atap dapat meningkatkan penetrasi energi terbarukan di masyarakat khususnya di luar pulau-pulau besar dengan akses energi dan daya beli yang terbatas.
Guna mendukung berbagai agenda percepatan transisi energi, Indonesia membutuhkan kepemimpinan nasional dengan komitmen iklim yang kuat. Indonesia memerlukan sosok pemimpin yang mampu menerjemahkan strategi transisi energi menjadi kebijakan serta program yang konkret dan efektif.
Theconversation