Sebagai pengguna media sosial aktif, kita perlu mewaspadai informasi-informasi yang tidak benar menjelang hari pencoblosan.
Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa alih-alih diskusi yang bermakna, disinformasi dan ujaran kebencian berdasarkan etnis dan agama justru menjadi fitur utama kampanye, terutama di media sosial.
Bahkan, riset menemukan setidaknya 60 contoh ujaran kebencian di media sosial yang ditujukan kepada tiga calon presiden – Prabowo, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. Hal ini sudah terjadi bahkan sebelum ketiganya secara resmi ditetapkan sebagai kandidat oleh KPU.
Kita perlu belajar dari Pemilu 2019. Studi menunjukkan bahwa saat itu dua kandidat calon presiden yang mencalonkan diri – Joko “Jokowi” Widodo yang merupakan petahana dan Prabowo – melakukan kampanye bawah tanah dengan menciptakan hoaks, ujaran kebencian, dan politik identitas, sehingga mengalihkan kampanye dari substansi dan justru memicu polarisasi politik. Kampanye bawah tanah di media sosial gencar dilakukan oleh pasukan siber.
Oleh karena itu, sebagai pemilih, kita harus lebih kritis dalam menerima dan menganalisis konten politik di media sosial. Salah satu kegiatan yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan cek fakta.
Sejak dimulainya masa kampanye November lalu, The Conversation Indonesia berkolaborasi dengan Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, telah melakukan kegiatan verifikasi fakta. Kami memeriksa fakta atas klaim-klaim yang dilontarkan para kandidat politik, utamanya capres dan cawapres. Yang kami periksa bukan hanya kebenaran data kuantitatif, tetapi juga klaim kualitatif yang bisa dianalisis menggunakan kepakaran para akademisi dan peneliti, melalui argumentasi berbasis ilmiah.
Kita semua sebaiknya mulai membiasakan diri untuk “mencurigai” informasi yang kita dapat. Sebisa mungkin hindari pengecekan fakta dengan bertanya kepada keluarga/teman karena mereka belum tentu memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi disinformasi. Gunakan lembaga cek fakta resmi dan kredibel untuk melakukan verifikasi informasi.
Ayo, jadi pemilih yang kritis!
Nurul Fitri Ramadhani (Editor Politik dan Masyarakat)