Dede Farhan Aulawi Deskripsikan Pemahaman Ancaman Perang Siber

Pemerhati pertahanan dan keamanan (Hankam) Dede Farhan Aulawi saat berada di lingkungan Kantor Bupati Bandung. | Foto: dok. sukabumiNews

sukabumiNews.id, BANDUNG – Pemerhati Pertahanan dan Keamanan (Hankam) Dede Farhan Aulawi mendeskripsikan pemahaman mengenai ancaman Cyber War atau Perang Siber.

Menurutnya, apa yang terjadi dengan kekisruhan di belahan manapun di dunia saat ini, jika ditelisik lebih jauh terdapat tangan-tangan yang tak tampak ikut bermain melalui berbagai instrumen agitasi dan propaganda untuk membangun struktur sosial dan politik yang penuh dengan ambiguitas.

Dede mengungkapkan cara termudah menaklukan sebuah negara yang menjadi ‘target’ adalah dengan membangun distrust diantara sesama anak bangsanya. Dengan demikian satu sama lain akan saling mencurigai sehingga mesyarakat semakin bingung mana yang benar dan mana yang salah.

“Ibarat pepatah Gajah berantem dengan Gajah, maka Pelanduk mati di tengah-tengah,” ujar Dede melalui keterangan yang diterima sukabumiNews di Bandung, Selasa (19/3/2024).

Apalagi, kata dia, masalah fundamental masyarakat pada umumnya adalah minim LITERASI dan REFERENSI, sehingga ketika bom-bom INFORMASI diledakan di mana-mana bisa menyulut pertentangan dan permusuhan sesama anak bangsa.

“Inilah sebenarnya mandala baru pertempuran era digital, yaitu apa yang kita kenal dengan Perang Siber (Cyber War),” terangnya.

Read More

Menurut Dede, perang di dunia siber merupakan perang yang sudah menggunakan jaringan komputer dan Internet atau ranah siber (cyber space) dalam bentuk strategi pertahanan atau penyerangan sistim informasi lawan.

“Perang siber mengacu pada penggunaan fasilitas www (world wide web) dan jaringan komputer untuk melakukan perang di dunia maya. Pelakunya memanfaatkan teknologi komputer dan internet untuk saling bersaing dan menguasai, mengganggu, menghentikan komunikasi dan bahkan merubah arus informasi dan isi serta berbagai tindakan lain yang dapat merugikan dan menghancurkan lawan,” papar Dede.

Bahkan, lanjut Dede, saat ini dengan mengelaborasi KETIDAKTAHUAN publik, lalu dimanfaatkan sebagai JARINGAN Informal dalam membuat disepsi informasi dengan menggunakan berbagai media, termasuk media sosial. Kadangkala warga internal tidak menyadari kalau dirinya sedang dijadikon pion-pion untuk membangun imperium ambiguitas.

“Itulah sebabnya kita baru tersadar URGENT dan IMPORTANT-nya pasukan siber disaat orang lain justeru sedang gencar mennyerang berbagai sasaran-sasaran vital informasi publik ,“ imbuhnya.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa pembentukan opini publik dan masyarakat internasional terhadap suatu kepentingan baik berupa kampanye, propaganda serta agitasi kini juga marak dilakukan melalui internet. Kelompok yang berkepentingan tersebut dapat dengan mudah melakukan hal tersebut tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya dan sumber daya seperti halnya di masa lampau.

Dede juga menegaskan bahwa cyber crime dan cyber war tidak hanya membahayakan keamanan individu dengan terambilnya akses pada aset yang dimiliki. Kejadian yang menonjol seperti, pencurian identitas dan data (sumber daya informasi) serta pembajakan akun, kasus penyebaran virus yang disisipkan di dalam file dan web site serta kode-kode penting, fitnah, penistaan maupun pencemaran nama baik.

“Demikian pula dengan spionase industri dan penyanderaan sumber daya informasi kritis yang marak terjadi saat ini. Kesemuanya telah menimbulkan keresahan di masyarakat karena telah hilangnya privasi dan ancaman kehilangan aset serta kekayaan yang dimiliki,” sambungnya.

Ia menuturkan, dunia siber juga dapat digunakan sebagai alat politik melalui penyebaran kabar bohong untuk tujuan provokasi politis maupun rekayasa ekonomi. Interkoneksi internet juga memungkinkan terjadinya serangan yang bertujuan melumpuhkan dan menghancurkan sumber daya negara lawan tanpa perlu mendekati objek tersebut.

Dapatkan kiriman baru melalui email
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMN3MrAww6sy4BA?