Roger Garaudy merupakan seorang filsuf Prancis abad ke-20
SUKABUMINEWS – Jean Charles Garaudy atau yang biasa disapa Roger Garaudy merupakan seorang filsuf dari Prancis. Lahir pada 17 Juli 1913 di Marseille, dirinya tumbuh dalam lingkungan Kristen. Sewaktu mahasiswa, penulis buku Promesses de l’Islam (Janji-Janji Islam) ini terpikat pada pemikiran marxisme dan komunisme.
Karena aktivitasnya yang anti-pemerintah fasis, Roger Garaudy muda sempat mendekam di tahanan. Ia bahkan pernah dipenjara di Aljazair, yang kala itu dijajah negara Barat. Justru, di sanalah dirinya menemukan hidayah Illahi. Saat berusia 69 tahun, alumnus Sorbonne itu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bagaimanapun, filsuf yang juga dosen pada University of Clermont-Ferrand dan Poitiers ini bukan sekadar mualaf. Pemikirannya tentang Islam sudah bermunculan jauh sebelum hidayah Allah itu datang.
Ini berpadu dengan rentetan pengalaman hidupnya yang sejak remaja terpikat pada gerakan-gerakan politik emansipatif. Konteksnya adalah Eropa dalam paruh awal abad ke-20.
Peradaban Barat mengalami dua perang akbar. Garaudy berusia 26 tahun ketika Jerman melancarkan serangan kilat (blitzkrieg) atas Polandia sehingga memicu Perang Dunia II. Fasisme menyeruak bagaikan virus dan mendesak negara-negara Barat ke situasi terburuknya.
Garaudy muda tergugah. Ia meyakini, kewajiban kaum muda-terdidik bukan hanya memahami, melainkan juga mengubah realitas agar sesuai dengan keadilan. Dalam masa itu, paham marxisme dan komunisme menyebar luas di Eropa sebagai antitesis kapitalisme. Berbeda dengan ayahnya yang ateis dan tidak percaya agama, Garaudy memilih Kristen.
“Pun berbeda dengan ayahnya yang konservatif dalam politik, ia memilih bergabung dengan partai revolusioner, yaitu Partai Komunis Prancis (pada 1933),” tulis Muhsin al-Mayli dalam biografi tentang Roger Garaudy, Pergulatan Mencari Islam (terjemahan bahasa Indonesia, 1996).
Walaupun menduduki posisi penting di PKP, Garaudy tetap berpegang teguh pada agama Kristen. Menurutnya, tidak ada kontradiksi antara pembebasan kelas sosial, sebagaimana visi Karl Marx, dan iman Kristen.
Garaudy juga menimba ilmu filsafat di Aix dan Strasbourg. Kemampuan akademisnya terbilang di atas rata-rata. Sebagai penulis, dirinya telah menghasilkan lebih dari 50 buku tentang filsafat politik dan marxisme–serta belakangan Islam.
Nazi Jerman akhirnya berhasil menduduki Prancis. Imbasnya bagi Garaudy, pada September 1940, ia dan sejumlah rekan antifasisme ditahan.
Mereka digelandang ke sebuah kompleks penjara di kawasan gurun Aljazair. Hukuman itu berlangsung 33 bulan lamanya.
Namun, inilah awal Garaudy menekuni agama-agama di luar Kristen. Di negeri asing itu, ia banyak menghabiskan waktu dengan belajar Taurat, Injil, dan Alquran. Inilah kesempatan pertamanya berinteraksi langsung dengan orang-orang Muslim.
Pada Maret 1941, sejumlah tahanan politik melakukan pemberontakan di kompleks tersebut, tetapi cepat dipadamkan. Komandan penjara begitu murka. Semua yang terlibat dibariskan di lapangan terbuka.
Di bawah terik matahari gurun, komandan itu menyuruh regu algojo yang berkebangsaan Aljazair untuk menembak mati mereka. Namun, seluruh algojo menolaknya.
Awalnya, Garaudy heran dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sebab, cekcok mulut antara komandan dan para algojo terjadi dalam bahasa Arab–hal yang masih begitu asing baginya.
Belakangan, Garaudy mengetahui pokok persoalannya. Para algojo itu membangkang instruksi sang komandan karena kehormatan sebagai Muslim melarang mereka melepaskan tembakan kepada orang-orang yang tak bersenjata.