Hadirin Rahimakumullah,
Kita harus ada dalam puncak perhatian ketika shalat. Seperti penonton sepakbola yang berada dalam satu fokus pertandingan yang dilihatnya, ‘gol gol gol’, itu puncak perhatiannya. Dalam shalat juga harus dalam puncak perhatian. Maka untuk meraihnya bangkitkan kesadaran hati sebelum memasuki shalat. Jangan sampai qalbu kemana-mana. Bangkitkan kesadaran hati akan Keagungan Dzat Yang Maha segalanya.
Sebelum shalat kosongkan dulu qalbu dan pikiran. Kalau dalam shalat masih memikirkan pekerjaan, nanti shalatnya menjadi tidak fokus. Keluarkan dunia dan makhluk dari dalam hati, maka nanti Allah akan memenuhinya dengan Asma (Nama) dan Sifat Allah Yang Sempurna.
Kita perlu mengevaluasi, selama ini dalam shalat 5 (lima) waktu yang kita kerjakan, ke manakan hati bergerak?. Shalat itu adalah media yang menghubungkan antara hamba dengan Allah. Untuk medeteksi dan merasakan hadir-Nya Allah, hanya bisa dilakukan oleh qalbu.
Ketika shalat kita bermunajat kepada Raja segala raja, Penguasa segala penguasa. Berhati-hatilah saat hendak memulai shalat. Hati yang lalai akan mendatangkan Kemurkaan Allah. Ibadah yang kita lakukan hendaknya ingin diterima oleh Allah.
Kalau seseorang diundang ke istana Presiden, maka ia akan berhati-hati menjaga sikapnya. Tidak bisa sembarangan dalam bertindak, karena salah bersikap akan menyebabkan fatal. Demikian pula ketika menghadap Allah Robb, Dzat Yang Maha Agung di mana kita berdiri di hadapan-Nya.
Hadirin Rahimakumullah.
Dalam shalat kesalahan fisik akan mudah diketahui. Ketika imam salah membaca fatihah, maka makmum pasti tahu dan akan langsung mengingatkan. Tapi kalau hatinya lalai dalam shalat, siapa yang tahu? Orang yang shalat salah menghadap qiblat, maka orang akan mengingatkan. Tapi kalau hati salah menghadap tidak ada yang tahu.
Qalbu itu bukan sesuatu yang konkrit, tapi abstrak. Qalbu sesuai makna bahasa arab yang artinya ‘bolak-balik’, dapat berubah-ubah kondisinya, bisa baik sangka atau buruk sangka, kebaikan atau kebencian dst. Maka merawat qalbu itu jauh lebih berat daripada merawat fisik. Di sinilah perlunya melatih qalbu dalam ilmu tasawuf. Orang yang belajar tasawuf akan tercerahkan pikirannya dan tenang hatinya.
Jika seseorang menghadap kepada Allah dalam shalat maka Allah menghadap kepada orang itu. Tapi kalau ia menengok ke yang lain, maka Allah juga berpaling dari orang itu. Dan Allah berkata, “engkau telah berpaling kepada yang lebih baik daripada Aku”. Lalu ia menengok lagi sampai dua kali, tiga kali, maka Allah berpaling dari hamba itu. Apabila orang itu hatinya berpaling kepada selain Allah? Allah melihat kepada rahasia dan qalbu kita. Allah lebih berpaling kepada kita.
Di sinilah pentingnya menghadirkan qalbu dalam setiap ibadah. Kalau hati belum hadir bersama Allah maka pertanda belum mendapatkan hakikat ibadah. Dengan jalan tasawuf-lah akan meraih hakikat ibadah. Syekh Ibnu Athaillah as Sakandari mengatakan bahwa amal ibadah itu seperti bangunan yang kosong. Yang menjadi ruh bangunan itu adalah hatinya hadir dan ikhlas dalam beribadah. Dalam shalat jangan hanya fiqihnya saja yang dihadirkan, tapi ilmu tasawufnya juga dihadirkan. Kalau shalat sudah menggabungkan fiqih dan tasawuf maka akan merasakan kelezatan ibadah.
Hadirin Rahimakumullah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menghadapi tantangan berat memerintahkan kepada Bilal, “wahai Bilal tenangkan qalbuku, ayo dirikan shalat”. Shalat adalah media penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Ketika shalat hati menjadi tenang. Saat itu semua problem diserahkan kepada Allah. Qalbu bersandar kepada Allah. Maka pantas kalau shalat terpadu antara ilmu fiqih dan tasawuf akan mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Semakin mendekat kepada Allah, kita akan merasa semakin kerdil di hadapan Allah. Semakin banyak shalatnya, akan semakin kuat qalbunya.