KHUTBAH PERTAMA
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا .
، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه ذُوْالجَلالِ والاِكْرامِ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،ٍ.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم}، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
Jamaah Jumat rohimakumulluh,
Di awal khotbah, di majelis yang mulia ini marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas, khusyu, lagi penuh tawakkal juag menjauhi larangan Allah SWT.
Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Jamaah Jumat rohimakumulluh,
Peristiwa Isra Mi’raj yang terjadi di Bulan Rajab tepatnya tanggal 27 Rajab merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW sekaligus bukti kekuasaan Allah. Peristiwa itu diabadikan dalam Al Quran, Surat Al Isra ayat 1.
Allah SWT berfirman:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al Isra:1).
Hadirin Rahimakumullah,
Shalat dalam perspektif ilmu fiqih dilihat dari sahnya bacaan dan gerakannya. Namun dilihat dari perspektif tasawuf dari sisi gerakan batinnya.
Shalat adalah amal pertama akan dihisab di hari kiamat nanti. Jika bagus maka ibadah yang lainnya juga baik. Menilai amaliyah shalat seorang hamba harus dilihat dari kedua aspek (fiqih dan tasawuf), bukan aspek fisiknya saja.
Shalat yang benar secara fiqih (sesuai aturan) dan tasawuf (ikhlas dan khusyū’) akan menjadi benteng diri pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, tanhā anil fahsyā-i wal munkar (fahsyā [perbuatan jahat yang berimbas kepada dirinya saja] dan munkar [perbuatan jahat yang berimbas kepada orang lain]).
Shalat yang sesuai aturan akan berefek kepada seluruh lini kehidupannya.
Dalam kitab Adabus Suluk Al-Murid Habib Abdullah Alwi Al-Hadad menyatakan,
وَكُنْ أَيُّحَا الْمُرِيْدُ ـ فِيْ غَايَةِ الْاِعْتِنَاءِ بِإِقَامَةِ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ بِإِتْمَامِ قِيَامِهِنَّ وَقِرَاءَتِحِنَّ وَخُشُوْعِهِنَّ وَرُكُوْعِهِنَّ وَسُجُودِهِنَّ وَسَاءِرِ أَرْكَانِحِنَّ وَسُنَنِحِنَّ وَأَشْعِرْ قَلْبَكَ قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِي الصَّلَاةِ عَظَمَةَ مَنْ تُرِيْدُ الْوُقُوْفَ بَيْنَ يَدَيْهِ جَلَّ وَعَلَا.
Artinya : “Jadilah -wahai para murid- dalam puncak perhatian terhadap shalat lima waktu, dengan menyempurnakan berdirinya, bacaan-bacaan, khusyu’, ruku dan sujudnya serta seluruh rukun dan sunnahnya. Jadikan hatimu merasakan sebelum mengerjakan shalat, keagungan Dzat yang kau ingin berdiri di hadapan-Nya yang Maha Besar dan Maha Tinggi”.
وَاحْذَرْ أَنَّ تُنَاجِيَ مَلِكَ الْمُلُوْكِ وَجَبَّارِ الْجَبَابِرَةِ بِقَلْبٍ لَاهٍ مُسْتَرْسِلٍ فِي أَوْدِيَةِ الْغَفْلَةِ وَالْوَسَاوِسِ جَاءِلٍ فِي مَيَادِيْنِ الْخَوَاطِرِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنيَوِيَّةِ، فَتَسْتَوْجِبَ الْمَقْتَ مِنَاللهِ، وَالطَّرْدَعَنْ بَابِاللهِ.
Artinya : Berhati-hatilah dari memanggil Raja segala raja dan Penguasa segala penguasa dengan hati yang lupa dan lepas dalam lembah kelalaian serta was-was. Berkeliling di medan lintasan-lintasan dan pemikiran dunia. Maka kau akan mendapat murka dari Allah dan akan diusir dari pintu Allah”.
وَقَدْقَلَ عَلَيهِ الصَّلَاةُوَالسَّلَامُ “إِذَاقَامَ الْعَبْدُ إِلَى الصَّلَاةِ أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ فَإِذَا الْتَفَتَ إِلَى وَرَاءِهِ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى:” ابنَ آدَمَ الْتَفَتَّ إِلَى مَن هُوَخَيْرٌ لَهُ مِنِّيْ.
Artinya : Telah bersabda (Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika seorang hamba mendirikan shalat, maka Allah menghadap kepadanya dengan wajah-Nya (rahmat dan ampunan-Nya). Jika ia berpaling ke belakang, Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, kau berpaling pada sesuatu yang lebih baik dari-Ku?’.
فَإِنِ التَفَتَ الثَّا نِيَةَ قَالَ مِثْلَ ذَلِكَ فَإِنْ التَفَتَ الثَّا لِثَةَ أَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ. فَإِذَاكَانَ الْمُلتَفِتُ بِوَجْهِهِ الظَّاهِرِ يُعْرِضُ اللهُ عَنْهُ فَكَيْفَ يَكُوْنُ حَالُ مَنْ يَلْتَفِتُ بِقَلْبِهِ فِي صَلَاتِهِ إِلَى حُظُوْظِ الدُّنْيَا وَزَخَارِفِهَا، وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى الْأَجْسَامِ وَالظَّوَاهِرِ وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى الْقُلُوْبِ وَالسَّرَاءِرِ.
Artinya : “Jika ia berpaling untuk kedua kalinya, Allah akan menanyakan hal yang sama. Jika ia berpaling untuk yang ketiga kalianya, maka Allah akan berpaling darinya. ”Jika seorang yang berpaling dengan wajah fisiknya saja, menjadikan Allah akan berpaling darinya, lalu bagaimanakah keadaan orang yang berpaling dengan hatinya di dalam shalatnya pada kerendahan dunia dan perhiasannya? Padahal Allah subhanahu wata’ala tidak memandang jasad dan sesuatu yang lahir, tetapi Dia memandang hati dan relung kalbu”.
وَاعْلَمْ أَنَّ رُوْحَ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ وَمَعْنَاهَا إِنَّمَا هُوَ الحُضُوْرُ مَعَ اللهِ فِيحَا، فَمَنْ خَلَتْ عِبَادَتُهُ عَنِ الحُضُوْرُ، فَعِبَادَتُهُ هَبَاءٌ مَنْثُوْرٌ. وَمَثَلُ الَّذِيْ لَا يَحْضُرُ مَعَ اللهِ فِي عِبَادَتِهِ مَثَلُ الَّذِيْ يُحْدَي إِلَى مَلِكٍ عَظِيمٍ وَصِيْفَةً مَيِّتَةً أَوْ صُنْدُوْقًا فَارِغًا، فَمَا أَجْدَرُهُ بِالْعُقُوْبَةِ وَحِرْمَانِ الْمَثُوْبَةِ.
Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya ruh seluruh ibadah dan maknanya adalah menghadirkan diri bersama Allah di dalamnya. Barangsiapa yang ibadahnya kosong dari penghadiran diri, maka ibadahnya seperti debu berterbangan (tidak bermanfaat). Permisalan orang yang tidak menghadirkan diri bersama Allah dalam ibadahnya, seperti orang yang menghadiahkan dayang yang telah mati atau kotak kosong kepada raja yang agung. Maka betapa baginya untuk menerima hukuman dan diharamkan dari ganjaran”.