Syaikh Ath-Tharifi mengeritik sikap penguasa negeri-negeri muslim di Timur Tengah dan mengatakan: “Allah mengancam akan menyiksa mereka yang membiarkan orang dizhalimi padahal ia mampu menolongnya. Lalu bagaimana kiranya dengan mereka yang justru menolong orang zhalim atas orang yang dizhalimi?”
Tembok Rafah yang memisahkan Gaza dengan Mesir tidak lebih lebih tebal dari benteng Konstantinopel yang dijebol Al Fatih dahulu. Tembok itu menjadikan warga Gaza bak burung dalam sangkar. Tapi burung masih dikasih makan. Sementara warga gaza? Bom terus dijatuhkan. Sehingga tampak nyata bahwa ini pembantaian terbesar sepanjang sejarah manusia.
Tembok yang memisahkan Muslimin Gaza dan Muslimin Mesir sesungguhnya yang kuat bukan tembok dalam pengertian fisik. Tetapi tembok Nasionalisme. Tembok Nasionalisme telah menempatkan derita Muslimin Gaza sebagai derita orang lain.
Di Indonesia juga serupa. Saat sebagian muslimin turun ke jalan aksi bela Palestina, ada saja mantra sihir nasionalisme yang diujarkan; “Saudara sebangsa masih banyak yang susah, ngapain ngurusi bangsa lain?” Padahal Rasulullah ﷺ kala itu ditugaskan merobohkan sentimen kebangsaan, kemudian diganti dengan akal sehat ketakwaan.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, lagi Mahaluas ilmu-Nya. (QS. Al-Hujurat [49]:13)
Ikatan Takwa lebih mulia dari ikatan kebangsaan. Itulah ajaran Allah dan Rasul-Nya. Namun para munafiqin lebih memilih ikatan Nasionalisme ketimbang ikatan Aqidah. Penguasa negeri-negeri Muslim disekitarnya menyaksikan segala yang terjadi, tapi demi menjaga kepentingan negerinya masing-masing mereka membiarkan saudara muslim dibantai.
Sedemikian dahsyatnya derita saudara muslim di Gaza di satu segi dan ketidak pedulian penguasa muslim disekitarnya di segi lainnya, seorang ulama bernama Syeikh Dr. Yunus Yusuf, melalui video yang viral, menganalogikan kenyataan ini, ibarat pertandingan Tiga Sekawan, masing-masing ingin tampil sebagai manusia paling bejat dan biadab
“Suatu hari ada tiga orang berkumpul. Lalu salah seorang dari mereka berkata: “Aku adalah orang yang paling bejat di antara kalian.” Seorang lagi berkata: “Akulah yang terkeji.” Seorang lagi berkata: “Akulah orang yang paling bejat.”
Mereka lantas bertanding “adu jahat” untuk membuktikan siapakah di antara mereka yang paling biadab?
Orang pertama kemudian melihat seorang nenek tua berjalan tertatih-tatih. Orang pertama itu bangkit dan memukul kedua tangan nenek itu lalu menghantam kakinya hingga mengucurkan darah luka dan pingsan. Orang pertama itu lantas mendatangi kedua teman-temannya dan berkata: “Bukankah kalian sudah melihat apa yang aku lakukan?”
Orang kedua lantas mendatangi nenek tua itu dan menyiramkan air kepadanya agar siuman, lalu memukulnya dengan pukulan yang lebih kejam dari pukulan orang pertama. Kemudian dia mendatangi kedua temannya dan berseru: “Bukankah kalian sudah melihat apa yang telah aku lakukan? Aku lebih jahat daripada kamu,” katanya kepada orang pertama.
Orang ketiga bersorak kegirangan dan berkata: “Akulah yang lebih bejat dan jahat dari kalian berdua.” Lalu orang kedua berkata: “Loh, kamu belum berbuat apa-apa kok ngaku lebih jahat?” Maka orang ketiga itu pun berkata: “Tahukah kalian siapakah nenek itu? Dia adalah Ibuku, tapi aku diam saja tidak berbuat apa-apa untuk membelanya.”