Ribuan Botol Larvasida Malaria Masih Menumpuk di Gudang Farmasi Dinkes Asahan

Kepala Gudang Farmasi Dinkes Asahan, Chadizar Siregar saat memperlihatkan ribuan botol larvasida malaria yang menumpuk di gudang farmasi. (Foto: sukabumiNews/ZN)

SUKABUMINEWS.ID, ASAHAN (SUMUT) – Ribuan botol larvasida malaria senilai ratusan juta rupiah masih menumpuk di gudang Farmasi Dians Kesehatan (Dinkes) Asahan, Sumatera Utara (Sumut).

Padahal, ribuan botol larvasida tersebut seharusnya sudah didistribusikan ke masyarakat melalui Puskesmas sejak beberapa bulan lalu, sebagai langkah Pemerintah Daerah (Pemda) dalam tindakan preventif penyebaran malaria di wilayah itu.

Kepala Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Pemkab Asahan, Chadizar Siregar menyebutkan, ada lima ribuan botol stok larvasida yang dibeli oleh Pemda melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Asahan tahun 2023.

Pantauan sukabumiNews.id di lapangan, ribuan botol obat-obatan pembasmi larva ini telah mengendap di gudang Farmasi Dinkes Pemkab Asahan sejak tahun lalu.

Padahal menurut data yang diperoleh, Kabupaten Asahan ini termasuk tiga kabupaten dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang dinyatakan Dinkes Sumut sebagai daerah endemik malaria.

Ketiga kabupaten itu adalah Kabupaten Batubara, Asahan dan Labuhan Batu Utara (Labura).

Read More

Sebelumnya, persoalan mengendapnya ribuan botol larvasida ini terungkap karena tidak ditemukan pendistribusian insektisida anti jentik jentik malaria di tengah masyarakat yang tinggal dalam kawasan endemis malaria.

“Setahu saya memang tidak ada pendistribusiannya,” ujar salah seorang pejabat Puskesmas kepada sukabumiNews.id, Sabtu (13/1/2023).

Sampai saat ini, tambah pejabat Puskesmas tersebut, tidak ada satu pun Puskesmas yang telah menerima alokasi obat Larvasida.

“Padahal dari data yang dirilis Pemkab Asahan, Puskesmas tersebut masuk dalam kawasan endemik malaria. Kalau ada pastilah kami salurkan ke masyarakat,” katanya.

Setiap tahun, sebut dia, ada ratusan warga yang menjadi korban wabah malaria di daerahnya. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan larvasidasi dan tindakan penyemprotan atau yang disebut dengan tindakan IRS (Indor Residual Spray) sebagai tindakan penanggulangan dan atau pencegahan ke rumah-rumah warga.

“Bahkan petugas sering kesulitan obat dalam memberi pelayanan medis kepada para penderita malaria,” bebernya.

Sementara Kepala Gudang Farmasi Dinkes Asahan, Chadizar Siregar saat dikonfirmasi mengakui bahwa obat-obatan larvasidasi tersebut telah mengendap berbulan-bulan di gudang farmasi.

“Obat-obat ini mengendap karena tidak ada perintah dari Dinas (Dinkes-red) untuk mendistribusikannya, mengingat pendistribusian obat baru dilakukan setelah ada surat perintah dari kepala dinas,” jealsnya Chadizar.

Selagi tidak ada perintah, lanjut Chadizar, maka tidak ada kewenangan pihaknya untuk menyalurkan obat-obatan ke seluruh Puskesmas. “Tugas kami hanya menyimpan obat-obatan, dan mengeluarkannya jika ada perintah dari Dinas,” tandanya.

Diketahui bahwa sejak adanya penyelidikikan mengenai persoalan ini, pejabat Dinkes Asahan baru kasak kusuk untuk segera mendistribusikan ribuan botol larvasida tersebut kepada masyarakat.

“Baru hari ini turun perintah pendistribusiannya ke Puskesmas,” ungkap Chadizar.

Rencananya, pendistribusian larvasida malaria akan disalurkan kepada 30 Puskesmas se-Kabupaten Asahan dan diestimasikan selesai hingga akhir Januari 2024.

COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2024

Dapatkan kiriman baru melalui email
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMN3MrAww6sy4BA?