“Sebagai langkah konkrit melakukan moratorium pertambangan, maka yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah, pertama penghentian pemberian perijinan baru.” Tegasnya.
Menurut Dede, pertambangan Batu bara yang telah dikeluarkan ijinnya ini ternyata menyimpan persoalan tumpang tindih lahan dengan sector lain, serta luasannya yang sudah tidak rasional. Oleh karena itu pemerintah harus menghentikan sementara pemberian ijin baru sampai dikeluarkannya kebijakan penambangan Batu bara yang bijak dan tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.
“Kedua, evaluasi perijinan yang telah diberikan. Upaya evaluasi terhadap perijinan yang telah diberikan sebaiknya dilakukan secara sistematis untuk seluruh jenis perijinan yang ada. Bila langkah ini dilakukan tidak mustahil pemerintah akan menemukan banyak pemegang ijin yang tidak melakukan penambangan, sehingga ijin patut dibekukan,” jelas Dede.
Ketiga, meninggikan standar kualitas pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah seringkali dinilai tidak serius menegakkan hukum lingkungan dengan menindak pelaku-pelaku kerusakan lingkungan.
“Tidak adanya sanksi tegas bagi perusahaan pertambangan Batu bara yang tidak serius melakukan reklamasi lahan merupakan fenomena yang banyak terjadi,” ucapnya.
Keempat, pembentukan lembaga Penyelesaian sengketa pertambangan. Sengketa pertambangan dengan masyarakat sekitar areal tambang, semakin meningkat dari waktu kewaktu.
Untuk menyelesaikan sengketa rakyat dengan perusahaan pertambangan diperlukan suatu pelembagaan konflik agar tercapai solusi yang memuaskan berbagai pihak.
Lembaga penyelesaian sengketa pertambangan ini seharusnya diprakarsai oleh Negara dan perusahaan tambang melalui resolusi konflik. Resolusi konflik hanya bisa tercapai jika melibatkan semua stake holder yang berada pada posisi yang sederajat.
“Resolusi konflik pertambangan sebaiknya dijadikan kebijakan pemerintah, dengan melibatkan fasilitator professional agar terhindar dari dominasi pihak-pihak yang bersengketa. Kesepakatankesepakatan yang dibangun dalam mekanisme penyelesaian (resolusi) konflik sebaiknya dijadikan bagian dari re-negosiasi kontrak, sehingga secara hukum mengikat pihak perusahaan,” bebernya.
Untuk itu semua, kata Dede, maka diperlukan kebijakan strategi pemanfaatan sumber daya mineral secara bijak. Jangan sampai berprinsip “Keruk habis jual murah”. Hal ini dinilai akan mengancam ketersediaan sumber daya mineral dan batu bara di masa datang.
“Adanya kebijakan pengelolaan sumberdaya mineral dan Batu bara secara bijak, maka kita akan dapat mengelola sumber daya mineral dan Batu bara yang tidak dapat diperbarui tersebut akan lebih panjang umur pemanfaatannya,” pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari sukabumiNews.id. Mari bergabung di Grup Telegram “sukabumiNews Update”, caranya klik link https://t.me/sukabuminews, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2024