MK memutuskan Jaksa Agung tidak boleh dari pengurus partai politik. Hal ini disampaikan MK terkait gugatan Undang-Undang Kejaksaan.
JAKARTA (SUKABUMINEWS.ID) – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Jaksa Agung tidak boleh dari pengurus partai politik.
Hal ini disampaikan MK terkait gugatan Undang-Undang Kejaksaan. Putusan ini tertuang dalam nomor 6/PUU-XXII/2024. Undang-Undang Kejaksaan ini digugat oleh seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar.
Disebutkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45 terkait syarat Jaksa Agung.
MK menyebut untuk diangkat menjadi Jaksa Agung seseorang itu bukan merupakan pengurus partai politik.
Pengurus partai politik yang akan diangkat menjadi Jaksa Agung harus berhenti terlebih dulu dari kepengurusan partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun.
Dalam pertimbangannya, MK menyebut pengurus partai politik merupakan orang yang memiliki keterikatan mendalam dengan partai sehingga akan berpotensi timbulnya konflik kepentingan.
Meski demikian, MK tidak memberi batasan waktu bagi kader biasa di partai politik yang ditunjuk sebagai Jaksa Agung.
Anggota partai politik cukup melakukan pengunduran diri sejak dirinya diangkat menjadi Jaksa Agung.
Terkait hal ini, Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan pihaknya menyambut baik putusan MK.
“Putusan MK dimaksud untuk memperkuat independensi Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum sebagaimana yang telah berjalan selama ini dibawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanudin. Penegakan hukum yang dilakukan adalah murni kepentingan hukum tanpa adanya campur tangan politik,” kata dia, seperti dikutip sukabumiNews dari TVONENEWS, Kamis (29/2/2024).
“Putusan tersebut sekaligus memberikan kesempatan lebih luas bagi insan Adhyaksa untuk dapat berkarier sampai di posisi puncak sebagai Jaksa Agung RI. Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kepentingan penegakan hukum,” pungkasnya. (Red*)