Yusril: Dewas KPK Terlambat Tangani Pelanggaran Etik Firli Bahuri

Pakar hukum tata negara dan filsafat hukum Yusril Ihza Mahendra. (Foto Istimewa)

Sementara norma Kode Etik Dewas KPK, Kode Etik Advokat, keberadaannya justru karena diperintahkan oleh undang-undang. Karena itu, norma dalam kode etik Dewas KPK itu tidak mungkin menghentikan langkah Presiden memberhentikan sementara Firli dari jabatannya yang didasarkan pada norma undang-undang. Begitu pula, norma Kode itu tidak dapat mengabaikan hak Firli untuk dengan bebas menyampaikan penunduran diri kepada Presiden, mengingat hak itu dijamin oleh UUD 1945.

Sesuatu yang sangat penting untuk disadari oleh Majelis Etik Dewas KPK ialah, dilihat dari sudut teori ilmu hukum, pelanggaran norma hukum akan secara otomatis melanggar norma kode etik. Namun suatu pelanggaran norma kode etik belum tentu merupakan pelanggaran norma hukum. Bahwa Firli sebagai Ketua KPK bertemu dengan Syahrul Yasin Limpo yang sedang diperiksa KPK bisa merupakan pelanggaran norma kode etik, tetapi belum tentu merupakan sebuah pelanggaran norma hukum. Terjadi pelanggaran hukum atau tidak, tergantung dari apa pembicaraan dan/atau kesepakatan dari kedua pihak yang bertemu itu.

Karena itu pada hemat saya, jika langkah hukum terhadap Firli telah dilakukan oleh Polda Metro Jaya, maka Majelis Etik Dewas KPK seharusnya tidak perlu lagi “unjuk gigi” melakukan pemeriksaan pelanggaran etik terhadap Firli. Langkah itu secara profesional, bahkan secara etik, sudah terlambat untuk dikakukan.

Majelis Etik Dewas KPK yang diketuai Tumpak H Panggabean juga mengetahui jika pelanggaran etik berat terbukti dilakukan Firli, maka sanksi paling berat yang dapat dijatuhkan adalah permintaan kepada Firli untuk mengundurkan diri. Padahal, para anggota Majelis Etik Dewas KPK itu semua sudah tahu bahwa Firli sudah mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Presiden. Keputusan Majelis Etik Dewas KPK pada hemat tidak menghasilkan apa-apa kecuali menambah kegaduhan politik menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Tumpak mengatakan telah menyampaikan Putusan Majelis Etik Dewas KPK itu kepada Presiden “yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian terhadap Firli Bahuri” (Antara, 27 Desember 2023). Tumpak menempatkan seolah-olah Presiden adalah eksekutor Putusan Majelis Etik Dewas KPK. Padahal, kewenangan Dewas adalah menjatuhkan sanksi meminta Firli untuk mengundurkan diri kepada Presiden. Arogansi kekuasaan seperti ini adalah problema etik yang justru dilakukan oleh Ketua Majelis Etik Dewas KPK.

Karena keadaannya sudah bertambah ruwet seperti di atas, maka saran saya kepada Sekretariat Negara dalam memproses pemberhentian Firli adalah tetap merujuk kepada permohonan Firli sebelum adanya Putusan Majelis Etik Dewas KPK. Untuk menghormati Keputusan Majelis Etik yang muncul belakangan, maka dalam konsideran Keppres dapat dicantumkan Putusan Majelis Kode Etik Dewas KPK itu sebagai sesuatu yang juga turut dipertimbangkan oleh Presiden dalam mengambil keputusan tersebut.

Read More

Tokyo 28 Desember 2023

COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2023

Dapatkan kiriman baru melalui email
https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMN3MrAww6sy4BA?