SUKABUMINEWS.ID – Pemilu adalah sarana demokrasi untuk memilih pemimpin negara dan para wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPD dan DPRD Kabupaten/Kota yang dilangsungkan setiap lima tahun sekali.
Pemilu sepatutnya berjalan secara taat hukum, beretika, berkeadilan dan menjadi sarana untuk mengukur tingkat kedewasaan suatu bangsa dalam berdemokrasi, khususnya kedewasaan para elite politik dan para pemegang kekuasaan dalam menjalankan amanah konstitusi dalam penegakan demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan.
Ketika berbagai kontroversi bermunculan yang mengundang berbagai reaksi keras dari para intelektual, penggiat demokrasi dan hukum, para akademisi, termasuk rakyat banyak yang dalam diamnya mungkin memberi reaksi yang tak kalah kerasnya untuk mencegah makin rusaknya sendi-sendi demokrasi dan etika berbangsa dan bernegara, namun kontroversi bukan mereda tapi tetap berlanjut, maka ada persoalan serius yang tengah terjadi.
Setiap persoalan serius yang tak mendapat penyelesaian nyata atau bahkan dianggap seperti angin lalu maka semua akan bermuara kepada soal pemimpin.
Seorang pemimpin dijadikan panutan, dijadikan rujukan, dipatuhi dan dihargai karena kualitas dari pemikiran, kebijakan dan langkah-langkah implementasi kebijakan yang dibuatnya, diakui dan dirasakan oleh rakyat secara nyata bermanfaat. Selain itu, antara pernyataan-pernyataan dan perbuatan-perbuatan pemimpin tersebut selalu konsisten dari waktu ke waktu dengan kualitas yang tinggi. Kepercayaan rakyat akan terus terjaga dan rakyat mengakuinya sebagai pemimpin yang patut untuk terus dipercaya, diteladani, dijadikan rujukan dan didukung.
Ketika seorang pemimpin yang semula dijadikan “idola”, “diakui”, dan “didukung”, tapi kemudian pemimpin tersebut melakukan kesalahan yang fatal, seperti ingin terus melanggengkan kekuasaan, melakukan nepotisme, menggerakkan semua elemen demi tujuan tersebut walau menyebabkan demokrasi dan hukum terkoyak-koyak, etika dilanggar dan banyak pihak yang tidak sejalan dengannya harus menjadi korban, maka pemimpin tersebut tengah merusak integritas dan reputasinya. Pengakuan rakyat akan segera surut dan pemimpin akan kehilangan “legitimasi”.
Ketika seorang pemimpin telah kehilangan pengakuan, sehebat apapun kemampuan dan pengalaman kepemimpinannya tidak lagi “berarti”. Sebaliknya, pemimpin yang berhasil menjadi reputasi dan integritasnya akan selalu mendapat pengakuan, bahkan ketika ia tidak lagi memegang kekuasan formal atau bahkan walau ia telah tiada.
Nelson Mandela, salah satu contoh pemimpin yang terus dikenang dan diakui walaui tidak lagi memegang kekuasaan atau telah wafat.
Pemilu 2024 yang damai, bersih, transparan, jujur dan adil, bebas dari rekayasa adalah harapan seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pemimpin yang terbaik diantara para calon-calon yang ada untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk segelintir rakyat yang telah mendapatkan berbagai keistimewaan.
Semoga Allah amanahkan kepada bangsa Indonesia pemimpin yg jujur, amanah, takut kepada Allah, benar-benar cinta kepada rakyat dan negaranya. Semoga Allah kalahkan semua yang tidak jujur, merusak demokrasi serta etika berbangsa dan bernegara. Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2024