Selama gejala ADHD muncul pada seseorang sebelum usianya 12 tahun, ini artinya mereka masih dapat menerima diagnosa pada masa dewasa.
Pada orang dewasa, gejala ADHD bisa terlihat berbeda daripada gejala yang muncul pada masa kanak-kanak atau remaja.
Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tanggung jawab saat dewasa. Gejala ADHD pada orang dewasa dapat berupa:
- Kesulitan menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
- Memiliki masalah harga diri dan kesejahteraan mental secara keseluruhan.
- Melakukan penyalahgunaan zat, terutama alkohol.
- Mengalami kesulitan dalam hubungan dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja.
- Sering mengalami kecelakaan atau cedera.
Diagnosis Gejala ADHD
Anak yang mengalami kesulitan konsentrasi dan menunjukkan kondisi hiperaktif tidak selalu mengidap ADHD, ini juga berlaku pada remaja.
Memang benar, orang tua mungkin melihat remaja kerap tidak mendengar pembicaraan, menunjukkan tingkah laku impulsif, dan mudah teralihkan dengan distraksi.
Namun, bukan berarti mereka mengalami ADHD. Oleh karena kondisi ini sering tidak terdiagnosis pada usia anak, penting untuk orang tua mengetahui apa saja gejala dan mengenali apa saja bedanya dengan perilaku anak yang normal.
Guna mendapatkan diagnosis yang akurat, perlu kerja sama dari banyak pihak.
Mulanya, dokter anak bersama dengan psikiater akan memeriksa kondisi fisik dan mental anak, keluarga, dan tenaga pengajar yang berinteraksi dengan anak.
Adanya pemeriksaan ini sebenarnya memiliki beberapa tujuan untuk:
- Mendapatkan diagnosis yang tepat, apakah anak memang mengidap ADHD.
- Mengetahui seberapa parah kondisi ini.
- Mengetahui ada atau tidaknya kondisi medis lain yang menunjukkan gejala yang sama.
- Mendeteksi apakah anak mengalami masalah kesehatan mental lain.
Guna membantu menegakkan diagnosis, dokter mungkin merekomendasikan beberapa pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan ini termasuk tes fungsi hati, tes darah, MRI pada otak, dan tes tiroid.
Bagaimana Mengobati ADHD?
Sayangnya, anak dengan kondisi ADHD tidak bisa sembuh sepenuhnya.
Meski begitu, gabungan antara obat dan terapi bisa membantu mengurangi gejala yang muncul, sehingga pengidapnya tetap bisa beraktivitas dengan normal.
Adapun pengobatan ADHD yang bisa ditempuh:
1. Obat
Dokter akan meresepkan obat methylphenidate yang memang umum untuk mengatasi ADHD.
Obat satu ini bekerja dengan membuat kadar senyawa kimia pada otak menjadi lebih seimbang. Dengan demikian, gejala yang muncul bisa berkurang.
Obat methylphenidate terbilang aman untuk anak, tetapi dokter tetap memantau kondisi anak untuk tindakan antisipasi akan efek samping yang mungkin terjadi. Misalnya, kelainan pada organ jantung.
Jika nantinya anak mengalami efek samping atau ada risiko tinggi untuk mengalami hal tersebut, maka dokter bisa meresepkan jenis obat lainnya, yaitu obat amitriptyline, atomoxetine, dan obat yang masuk dalam kelompok agonis alfa, seperti clonidine.
2. Psikoterapi
Metode pengobatan lainnya adalah psikoterapi. Tidak hanya mengobati kondisi ini, terapi juga bermanfaat untuk mengobati masalah kejiwaan lain yang bisa muncul dengan ADHD, misalnya depresi
Jenis terapi yang bisa menjadi pertimbangan, yaitu:
3. Cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan utama untuk membantu pengidap sehingga dapat mengubah perilaku dan pola pikir mereka ketika sedang berada pada kondisi atau permasalahan tertentu.
4. Terapi psikoedukasi
Selanjutnya, terapi psikoedukasi. Ketika menjalani terapi ini, psikiater akan mengajak pengidap untuk bercerita. Misalnya, kesulitan pengidap dalam menghadapi kondisi tersebut.