Yusril Ungkap Ancaman Penyitaan Aset Indonesia di Prancis Terkait Kasus Satelit Kemhan

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwwa Pemerintah Indonesia akan tetap melakukan upaya-upaya untuk menghambat eksekusi tersebut. | Foto: RES

sukabumiNews, JAKARTA – Aset pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita setelah Kementerian Pertahanan (Kemhan) kalah dalam sengketa hukum yang diajukan oleh Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD di International Chamber of Commerce (ICC) Singapore.

Demikian itu diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, setelah Kementerian Pertahanan (Kemhan) kalah dalam sengketa hukum yang diajukan oleh Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD di International Chamber of Commerce (ICC) Singapore.

Adapun Navayo International AG adalah perusahaan yang terdaftar di Liechtenstein sebelumnya terlibat dalam perjanjian sewa satelit dengan Kemhan pada tahun 2015.

“Masalah ini dirundingkan berlarut-larut, sampai akhirnya Navayo mengajukan permohonan kepada Pengadilan Perancis untuk mengeksekusi putusan dari Arbitrase Singapura dan meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap beberapa aset pemerintahan Indonesia yang ada di Perancis,” kata Yusril, dikutip Jum’at (21/3), disitat Hukum Online.

Menurut putusan dari ICC Singapura, pemerintah Indonesia diharuskan membayar kompensasi sebesar USD 24,1 juta kepada Navayo. Apabila pembayaran tidak dilakukan tepat waktu, akan dikenakan denda keterlambatan sebesar USD 2.568 per hari hingga seluruh kewajiban tersebut diselesaikan.

“Oleh Arbitrase Singapura kita dikalahkan dan kita harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada pihak Navayo,” ucapnya.

Read More

Masalah bermula ketika Kemhan menyewa satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT. Namun, perjanjian tersebut bermasalah ketika Kemhan memilih untuk tidak melanjutkan pembayaran biaya sewa satelit yang disepakati. Karena hal ini, Navayo dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD memutuskan untuk mengajukan gugatan terhadap Kemhan ke ICC Singapore, yang pada akhirnya memenangkan gugatan mereka.

BACA Juga: Prabowo Panggil Calon Menteri ke Kertanegara, Ada Yusril, Bahlil Hingga Natalius Pigai

Setelah putusan arbitrase itu, pada 2022, Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset-aset milik pemerintah Indonesia di Prancis, khususnya di Paris. Pengadilan Prancis kemudian memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas sejumlah properti milik pemerintah Indonesia di ibu kota Prancis tersebut, termasuk rumah-rumah yang digunakan oleh pejabat diplomatik Indonesia.

Yusril menegaskan bahwa penyitaan atas aset-aset diplomatik Indonesia ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik. Konvensi tersebut melindungi aset-aset diplomatik, yang tidak dapat disita sembarangan tanpa alasan yang sah.

“Itu menyalahi Konvensi Wina untuk pelindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apapun. Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh pengadilan Prancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi,” ucap Yusril.

Meskipun pengadilan Prancis telah memberikan izin untuk penyitaan, Yusril menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan tetap melakukan upaya-upaya untuk menghambat eksekusi tersebut.

“Persoalan ini adalah persoalan yang serius bagi kita karena kita kalah di forum arbitrase negara lain dan kita harus menghormati putusan pengadilan, walaupun kita mengetahui ada aspek-aspek yang kita sebenarnya punya alasan yang kuat juga untuk menghambat pelaksanaan dari putusan pengadilan ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan bahwa persoalan ini sangat serius bagi pemerintah Indonesia karena negara harus menghormati putusan pengadilan internasional, meskipun ada alasan-alasan kuat untuk menghambat pelaksanaan putusan tersebut.

“Masalah ini juga agar menjadi perhatian bagi pemerintah Perancis oleh karena bisa menjadi preseden di seluruh dunia ketika terjadi dispute dengan suatu perusahaan swasta, lantas oleh pengadilan negara tertentu diberi kesempatan untuk melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang sebetulnya dilindungi oleh konvensi tentang aset diplomatik,” ungkap Yusril.

BACA Juga: Yusril Ihza Mahendra Bicara soal Kenapa Presiden Prabowo membentuk Kemenko Kumham Imipas

Yusril juga menekankan bahwa pemerintah Indonesia menghormati putusan arbitrase yang dibuat oleh ICC Singapore, namun nilai nominal denda yang harus dibayar akan dibahas lebih mendalam dan dirundingkan dengan instansi terkait, khususnya Kementerian Keuangan.

Selain itu, Yusril menambahkan bahwa masalah dengan Navayo ini juga melibatkan aspek pidana yang sedang diproses oleh Kejaksaan Agung. Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diketahui bahwa Navayo diduga melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian sewa satelit tersebut.

“Menurut perhitungan oleh pihak BPKP, pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pihak Navayo itu hanya sejumlah Rp 1,9 miliar. Jauh sekali dari apa yang diperjanjikan oleh Kementerian Pertahanan dengan mereka. Tapi, ketika kita kalah di arbitrase Singapura, kita harus membayar dalam jumlah yang sangat besar,” terangnya.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini dan dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengadaan satelit tersebut. Namun, Yusril menyatakan bahwa pihak Navayo tidak pernah memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk diperiksa.

“Pihak Navayo sudah beberapa kali dipanggil oleh Kejaksaan Agung, namun mereka tidak datang untuk diperiksa, baik sebagai terperiksa maupun sebagai tersangka dalam kasus ini,” katanya.

Menyikapi hal ini, dalam rapat koordinasi yang berlangsung pada Kamis (20/3), disepakati bahwa permasalahan dengan Navayo akan segera disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam pertemuan tersebut juga disetujui bahwa jika ditemukan cukup bukti, pihak Navayo akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia pun meminta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi sehingga masalah ini tidak menjadi beban yang besar.

Sebagai informasi, kasus terkait proyek pengelolaan satelit di Kemhan yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah ini pertama kali terungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat.

Kejadian ini bermula sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit namun gagal memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan nilai sewa yang telah disepakati. Akibatnya, Indonesia digugat di pengadilan arbitrase internasional dan terpaksa membayar uang sewa serta biaya arbitrase dengan jumlah yang sangat besar.

BACA Juga: Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Yusril Fokus Perkuat Pembangunan dan Penegakan Hukum

Ikuti dan dapatkan juga update berita pilihan dari sukabumiNews setiap hari di Channel WahatsApp, Telegram dan GoogleNews.

COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025

Related posts