sukabumiNews, CHINA – Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan pada Hari Jum’at, Beijing akan “dengan tegas melawan” tekanan Amerika Serikat terhadap tarif dan masalah fentanil, seraya menambahkan kekuatan besar “tidak boleh menindas yang lemah”, dalam sindiran terselubung terhadap kebijakan luar negeri Pemerintahan Presiden Donald Trump.
Menlu Wang Yi menampilkan Tiongkok sebagai kekuatan global yang dapat diandalkan di tengah kekacauan geopolitik dan penarikan diri Presiden Trump dari lembaga internasional, bagian dari seruan yang jelas dari Beijing kepada Eropa dan negara-negara di Global Selatan.
AS mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen pada impor Tiongkok minggu ini atas aliran fentanil opioid yang mematikan ke negara tersebut, yang mengancam akan memperburuk spiral eskalasi tindakan perdagangan.
“Jika satu pihak secara membabi buta memberikan tekanan, Tiongkok akan dengan tegas melawannya,” kata Menlu Wang Yi pada konferensi pers di sela-sela pertemuan tahunan Parlemen Tiongkok, dilasir VOI dari Reuters, 7 Maret.
AS “tidak boleh membalas kebaikan dengan keluhan, apalagi mengenakan tarif tanpa alasan,” imbuh Menlu Wang, merujuk pada “berbagai bantuan” yang diberikan Beijing kepada Washington untuk menanggulangi aliran obat prekursor fentanil ke Negeri Paman Sam.
Tidak ada negara yang dapat menekan Tiongkok di satu sisi dan mengembangkan hubungan baik dengan Tiongkok di sisi lain, kata diplomat senior itu ketika ditanya bagaimana Tiongkok akan terlibat dengan Pemerintahan Presiden Trump selama empat tahun ke depan.
BACA Juga: Iran-Pakistan Saling Bombardir, AS-Rusia sampai China-Taliban Respons
Pendekatan “bermuka dua” seperti itu tidak membantu hubungan yang stabil, katanya, tanpa menyebut nama siapa pun dalam Pemerintahan AS.
Pernyataan Menlu Wang yang sebagian besar tenang tentang AS, tanpa menyebut nama Presiden Trump sekali pun, menunjukkan Beijing ingin menjaga prospek pembicaraan perdagangan potensial di masa mendatang tetap hidup, kata Wen-Ti Sung, peneliti nonresiden yang berbasis di Taiwan dari Global China Hub, Atlantic Council.
“Mereka ingin mengejar setiap ruang untuk de-eskalasi dengan Trump dalam hal perdagangan,” kata Sung.
“Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menjaga intensitas retorika tetap rendah pada ukuran yang dapat dikelola untuk menyediakan ruang gerak bagi kedua belah pihak,” tandasnya.
Mengenai penyelesaian perang Ukraina, Tiongkok ingin mencapai “perjanjian perdamaian yang adil, langgeng, dan mengikat” yang dapat diterima oleh semua pihak, kata Menlu Wang Yi.
“Tiongkok bersedia untuk terus memainkan peran konstruktif dalam penyelesaian akhir krisis dan mewujudkan perdamaian langgeng, sesuai dengan keinginan pihak-pihak terkait, bersama dengan masyarakat internasional,” katanya.
Diketahui, negara-negara Barat telah mendesak Beijing untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam menggunakan pengaruh ekonominya terhadap Rusia untuk menghentikan perang. Sejauh ini, Beijing menolak untuk mengkritik mitra strategisnya secara terbuka atau menghentikan dukungan ekonominya terhadap Moskow.
BACA Juga: 200 Bank China Tutup, 38.000 Pekerjaan Hilang
Hubungan Tiongkok-Rusia adalah “suatu hal yang konstan di dunia yang bergejolak, bukan variabel dalam permainan geopolitik,” ujar Menlu Wang dalam konferensi pers.
Presiden Tiongkok Xi Jinping baru-baru ini menegaskan kembali kemitraan “tanpa batas” Beijing dengan Moskow melalui panggilan telepon dengan mitranya dari Rusia pada peringatan tiga tahun invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina pada tahun 2022.
Presiden Trump sendiri telah mengubah kebijakan AS terhadap Ukraina setelah menjabat bulan lalu, menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap Rusia yang telah membuat sekutu tradisional Washington di Barat gelisah.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengatakan pada hari Rabu bahwa konflik Ukraina adalah “perang proksi” antara Washington dan Moskow yang perlu diakhiri, setelah sebelumnya mengatakan Washington ingin “memisahkan” Moskow dari Beijing.
Analis mengatakan, Beijing ingin memanfaatkan keretakan transatlantik yang berkembang untuk memperkuat hubungannya dengan negara-negara Eropa, yang telah tegang karena Ukraina dan ketegangan perdagangan.
“Tiongkok masih memiliki kepercayaan pada Eropa, dan percaya Eropa masih dapat menjadi mitra tepercaya Tiongkok,” kata Wang.
- Dalam kesempatan yang sama Menlu Wang Yi juga mendesak negara-negara berkembang untuk “terus meningkatkan representasi dan kekuatan wacana kita dalam tata kelola global”.
“Jika setiap negara menekankan prioritas nasionalnya sendiri dan percaya pada kekuatan dan status, dunia akan kembali ke hukum rimba, negara-negara kecil dan lemah akan menanggung bebannya,” katanya dalam referensi terselubung terhadap tindakan Washington.
“Kekuatan-kekuatan besar tidak boleh berorientasi pada keuntungan, dan mereka tidak boleh menindas yang lemah.”
Diketahui, dalam dua bulan pertama menjabat di periode kedua, Presiden Trump telah menarik AS dari beberapa organisasi multilateral dan perjanjian iklim, menangguhkan sebagian besar bantuan asing dan memberikan suara menentang resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengutuk Rusia atas invasi Ukraina.
“Pada saat kebijakan luar negeri pemerintahan Trump merevisi banyak ekspektasi yang sudah ada, Tiongkok ingin menampilkan dirinya sebagai pihak yang mempertahankan status quo,” kata Sung.
“Ketika negara-negara di belahan bumi selatan melihat AS yang mundur dan berorientasi ke dalam, ada ketakutan akan kekosongan strategis, kekosongan yang ingin diisi oleh Tiongkok,” tambahnya.
BACA Juga: Trump Isyaratkan Ia Menginginkan Pembersihan Etnis di Gaza. Apakah itu Mungkin?
Ikuti Breaking News setiap hari di Channel WahatsApp sukabumiNews.id dengan Klik Link Saluran WhatsApp.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025