sukabumiNews, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melontarkan kritik tajam terhadap sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Ia menyebut sistem saat ini tidak efisien, terlalu mahal, dan berbeda jauh dari praktik yang berlaku di banyak negara lain.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 April 2025, Budi menjelaskan bahwa sistem pendidikan dokter spesialis Indonesia masih bersifat akademik, bukan pendidikan profesi.
Akibatnya, proses pencetakan tenaga medis spesialis berlangsung lambat dan kurang adaptif terhadap kebutuhan layanan kesehatan.
“Kalau di luar negeri, pendidikan spesialis itu adalah pendidikan profesi. Di Indonesia, masih akademik. Ini membuat prosesnya lebih lambat,” ujar Budi di hadapan anggota dewan.
Ia mencontohkan Inggris yang memiliki populasi hanya seperlima dari Indonesia, namun mampu meluluskan sekitar 6.000 dokter spesialis per tahun. Sebaliknya, Indonesia hanya mencetak sekitar 2.700 dokter spesialis setiap tahun.
BACA Juga: KKI Cabut Izin Praktik Dokter yang Lecehkan Pasien di Garut
“Populasi kita lima kali lipat, tapi produksi dokter spesialis kita hanya sepertiganya Inggris,” kata Budi menekankan.
Selain soal jumlah, beban finansial dalam menempuh pendidikan spesialis juga menjadi sorotan. Calon dokter spesialis di Indonesia, menurut Budi, harus menghadapi hambatan besar: mereka harus berhenti bekerja, membayar uang pangkal hingga ratusan juta rupiah, serta biaya kuliah puluhan juta rupiah per semester, dan tidak diperbolehkan bekerja selama masa pendidikan.
“Begitu lulus, baru boleh melamar kerja lagi. Ini satu-satunya sistem di dunia yang seperti itu,” ungkapnya.
Budi mendorong agar sistem pendidikan dokter spesialis Indonesia direformasi, mengikuti model negara lain yang lebih profesional dan terintegrasi dengan layanan rumah sakit. Ia mengusulkan agar para calon spesialis bisa tetap bekerja sambil belajar, menerima gaji, dan langsung siap kerja usai lulus.
“Kalau bisa bekerja sambil belajar, mereka tidak kehilangan pendapatan, sistem rumah sakit juga terbantu, dan begitu lulus langsung bisa produktif,” tutupnya.
Kritik Budi Gunadi Sadikin ini memperkuat wacana pentingnya reformasi sistem pendidikan medis di Indonesia, terutama dalam menjawab kebutuhan akan tenaga spesialis yang masih jauh dari ideal.
Ikuti dan dapatkan juga update berita pilihan dari sukabumiNews setiap hari di Channel WahatsApp, Telegram dan GoogleNews.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025