sukabumiNews, CHINA – “Mangkuk Nasi Besi” yang dulunya tak tergoyahkan dengan lapangan kerja yang stabil di Tiongkok kini runtuh. Hanya dalam beberapa hari, lebih dari 40 bank telah bergabung, dengan banyak bank lain yang berada di ambang kehancuran.
Gagal bayar hipotek menyebar, dan properti yang disita menumpuk seperti gunung, menciptakan kepanikan di antara bank-bank yang berjuang untuk melikuidasi aset.
Ini bukan sekadar krisis, ini adalah periode transformatif bagi ekonomi Tiongkok, yang menimbulkan pertanyaan mendesak tentang biaya manusia karena semakin banyak orang yang menghadapi kehilangan pekerjaan dalam badai keuangan ini.
Dikutip dari laman VIVA.co.id, kemerosotan ekonomi Tiongkok telah membuat sektor perbankannya kacau. Bank-bank kecil dan menengah berjuang untuk tetap bertahan, dengan hampir 200 bank yang tidak lagi terdaftar sejak 2024, lebih banyak dari gabungan tiga tahun terakhir.
Laporan menunjukkan bahwa Beijing akan memberlakukan pembatasan gaji yang ketat dan pemotongan gaji pada Perusahaan Keuangan Sentral. Bank-bank kehabisan dana, membuat nasabah di seluruh Tiongkok daratan kesulitan untuk menarik uang mereka.
BACA Juga: Kemendag Tiba-Tiba Minta Industri Mebel-Kerajinan RI Waspada, Ada Apa?
Beberapa bahkan mendapati simpanan mereka telah lenyap. Krisis ini menggarisbawahi tantangan keuangan berat yang dihadapi industri perbankan Tiongkok.
Seperti dilansir Mekong News, Selasa 25 Februari 2025, di Xinyang, Henan, seorang wanita yang putus asa menangis di bank setelah ditolak penarikan deposito berjangkanya sebesar 800.000 Yuan ($110.000).
Kasusnya bukan hal yang terisolasi, karena banyak netizen yang mengalami kesulitan serupa. Dalam banyak kasus, karyawan bank telah mengubah deposito berjangka menjadi produk investasi tanpa persetujuan nasabah, sehingga menipu mereka yang kurang memiliki literasi keuangan.
Banyak yang baru mengetahui kebenarannya saat mencoba mengakses dana mereka.
Seorang wanita di Shenyang mengunggah video yang menceritakan perjuangannya untuk menarik uang tunai sebesar 5.000 Yuan ($687) dari rekeningnya. Bank meminta bukti sumber dana, keberadaan suaminya, dan bahkan surat nikah mereka.
Meskipun ia tampak frustrasi, bank tetap memberlakukan persyaratan yang ketat, yang membuatnya jengkel. Seorang wanita yang tinggal di provinsi Hubei berbagi pengalaman serupa, di mana ia menghadapi pengawasan ketat selama setengah hari saat mencoba menarik uang untuk biaya rumah sakit suaminya.
Staf bank bahkan menanyakan tentang rumah sakit dan departemen tempat suaminya menerima perawatan. Kemarahannya tampak jelas saat ia mengkritik praktik bank, membandingkannya dengan kemudahan transfer uang untuk penipuan telekomunikasi.
Para analis yakin bahwa penerbitan obligasi pemerintah dalam jumlah besar, terkadang mencapai triliunan, memaksa bank untuk membeli obligasi tersebut, sehingga menguras likuiditas mereka.
Hal ini membuat mereka tidak dapat memproses transaksi dan penyelesaian, sehingga mendorong bank untuk memberlakukan kontrol ketat pada rekening nasabah, mengurangi jumlah penarikan dan frekuensi transaksi. Selengkapnya
Ikuti Breaking News setiap hari di Channel WahatsApp sukabumiNews.id dengan Klik Link Saluran WhatsApp.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2025